Rabu, 13 Juli 2011

GEDUNG KESENIAN SANDIWARA HOROR MISS TJITJIH

KISAH GEDUNG KESENIAN SANDIWARAHOROR MISS TJITJIH

Senyum yang mengembang di wajah seorang wanita tiba-tiba muncul di depan mobil, seolah menyambut kedatangan kami di gedung kesenian berwarna krem di bilangan Cempaka Baru.
Malam itu terasa amat dingin dan tidak biasanya gedung kesenian teater Miss Tjitjih dipenuhi oleh suara riang anak kecil yang berlarian disekitar halaman gedung tersebut. Pukul delapan malam kami tiba disana dan bergegas ke loket untuk membayar tiket masuk pertunjukan di malam itu.
Tidak seperti kebanyakan orang yang mengatakan bahwa cerita bertema horor selalu menjadi ciri khas pertunjukan yang di persembahkan oleh Maman Sutarman yang akrab dipanggil mang Eshek, sang sutradara, namun pertunjukan yang disajikan juga sering mengangkat tema komedi yang mengandung nilai sosial dan budaya Betawi dan Sunda yang amat kental.
Teater Miss Tjitjih diambil dari ejaan bahasa melayu cici (tjitjih) dan pada awal munculnya bernama Valencia Opera. Gedung Valencia Opera sudah berkali-kali pindah dari Jembatan 5, Muara Angke sampai saat ini berada di daerah Cempaka Baru. Gedung teater Miss Tjitjih dulu pernah terbakar habis saat peristiwa kebakaran besar menimpa daerah pemukiman di Cempaka Baru. Setelah itu gedung dibangun kembali dan diresmikan oleh mantan Presiden Megawati Soekarno Putri di tahun 2004.
Jadwal pementasan sandiwara Miss Tjitjih saat ini seminggu satu kali, setiap Sabtu jam delapan malam dengan durasi dua jam.
            Pada 3 bulan pertama masa kejayaan sandiwara Miss Tjitjih di tahun 1928, mang Eshek dan teman-temannya harus menghibur masyarakat dengan tiga kali pentas dalam satu hari. Mang Eshek juga bercerita tentang membludaknya penonton yang mengantri tiket. “Pernah ada kejadian penonton sangat membludak pada waktu masa kejayaan Miss Tjitjih dan terjadi aksi dorong-dorongan bahkan tidak sedikit orang-orang yang terinjak-injak”, tutur mang Eshek.
Mang Eshek sendiri sudah bergabung dalam Valencia Opera sejak sekitar 40 tahun yang lalu, dengan jumlah pemainnya mencapai 50 orang. Selain menjadi sutradara dan pemain senior dalam Valencia Opera atau kelompok sandiwara Miss Tjitjih, mang Eshek juga bermain menjadi peran figuran dalam serial FTV untuk mencari nafkah demi menyambung hidup keluarganya.
Di daerah Sumedang, Miss Tjitjih bertemu dengan Abu Bakar Bafaqih yang berasal dari Arab. Bafaqih langsung tertarik mengajaknya masuk ke dalam perkumpulan sandiwara bentukannya, Opera Valencia. Ajakan Bafaqih tersebut disambut baik Miss Tjitjih. Mulai saat itu Miss Tjitjih menjadi bagian dari Opera Valencia. Ketika bergabung dengan Opera Valencia, Miss Tjitjih baru berusia 18 tahun. Dalam perkumpulan ini baru terlihat bakat Miss Tjitjih yang terpendam. Selain wajahnya yang cantik, gadis ini juga mempunyai suara merdu, kemampuan akting, dan kelincahan dalam menari. Dari hari ke hari kemampuan Nyi Tjitjih berkembang sehingga ia menjadi primadona dalam perkumpulan tersebut.
Seiring berkembangnya Valencia Opera dan kemampuan suara, akting, dan menari Miss Tjitjih, masyarakat lebih sering menyebut sandiwara Miss Tjitjih daripada nama aslinya Valencia Opera. “Lama kelamaan, Valencia Opera ini yang terkenal Miss Tjitjihnya ini. Kalau umpamanya mau nonton, mau nonton Miss Tjitjih bukan Valencia Opera. Pada akhirnya digantilah nama grup itu dengan Miss Tjitjih yang diresmikan pada 1928”, ungkap mang Eshek.
Tahun 1937 tampaknya menjadi tahun terakhir Miss Tjitjih menampilkan kemampuannya di atas panggung. Pada tahun itu, Miss Tjitjih mengembuskan napas terakhirnya. Sebelum mengembuskan napas terakhir, Miss Tjitjih masih sempat bermain dengan rombongannya di Cikampek (Jawa Barat) dengan mementaskan lakon Gagak Solo karangan Tio Tek Djien Jr. Dalam lakon tersebut Miss Tjitjih berperan sebagai Tandak yang diputuskan cintanya oleh putra mahkota. Miss Tjitjih yang selalu berperan sepenuh hati di atas panggung mendadak terjatuh pada saat layar turun. Penonton yang menyaksikan pertunjukan itu mengira bahwa apa yang mereka tonton adalah bagian dari akting Miss Tjitjih. Pertunjukan di Cikampek ini terhenti di tengah jalan. Miss Tjitjih memang telah mengidap penyakit sejak lama.
Walaupun kondisinya sedang tidak sehat, dia tetap memaksakan untuk bermain. Miss Tjitjih meninggal dunia setelah dibawa ke tanah kelahirannya, Sumedang. Miss Tjitjih meninggal pada usia 28 tahun. Sang primadona meninggal dunia setelah sebagian hidupnya dihabiskan untuk mengabdikan diri pada sandiwara Sunda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar